SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA,TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG...!!!
>

Sabtu, 18 September 2010

Cinta itu . . . . .

Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat.

Miskonsepsi pertama yang ditentang Bowman adalah manusia jatuh cinta denganmenggunakan perasaan belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di kemudian hari, kita diharapkan untuk juga menggunakan akal sehat. Bohong besar kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja tanpa bisa mengelak. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan ideal kelompok dari mana kita berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta, dan tidak bisa dimintai pertanggunganjawab bila perbuatan-perbuatan impulsif itu berakibat buruk suatu ketika nanti. Kehilangan perspektif bukanlah
pertanda kita jatuh cinta, melainkan sinyal kebodohan.

Cinta membutuhkan proses

Bowman juga menolak anggapan cinta bisa berasal dari pandangan pertama. "Cinta
itu tumbuh dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks," katanya. Untuk
tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi memang tidak mungkin kita
mencintai seseorang yang tidak ketahuan asal-usulnya dengan begitu saja. Cinta
tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang
hanya ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap
hidup dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru. Yang
mungkin terjadi dalam fenomena "cinta pada pandangan pertama" adalah pasangan
terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai tergila-gila.
Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jeda.
Dalam kasus "cinta pada pandangan pertama", banyak orang tidak benar-benar
mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri.
Sebaliknya dengan orang yang benar- benar mencinta. Mereka mencintai pasangan
sebagai persolinatas yang utuh.

Cinta tidak menguasai dan mengalah, tapi berbagi

Bukan cinta namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan. Juga bukan cinta
bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang mencinta tidak
menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai pasangan untuk
berbagi, juga untuk mengidentifikasi diri. Bila kita berkeinginan menguasai
kekasih (membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur
seleranya berbusana) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat
buruk, tidak keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belumsiap memberi dan
menerima cinta.

Cinta itu konstruktif

Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri sekaligus
demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bermimpi konstruktif, dan
merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan yang jatuh cinta impulsif. Bukannya
berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu makan, dan
minat terhadap masalahsehari-hari. Yang dipikirkan hanya kesengsaraan pribadi.
Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan impian itu bisa menjadi subsitusi
kenyataan.

Cinta tidak melenyapkan semua masalah

Penganut faham romantik percaya cinta bisa mengatasi masalah. Seakan-akan cinta
itu obat bagi segala penyakit ( panacea ). Kemiskinan dan banyak
problem lain diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta
tidaklah seajaib itu. Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani
menghadapi masalah. Permasalahan seberat apapun mungkin didekati dengan jernih
agar bisa dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang-berarti tidak
benar-benar mencinta-cenderung membutakan mata saat tercegat masalah. Alih-alih
bertindak dengan akal sehat, dia mengenyampingkan problem.

Cinta cenderung konstan

Ya, cinta itu bergerak konstan. Maka kita patut curiga bila grafik perasaan kita
pada kekasih turun naik sangat tajam. Kalau saat jauh kita merasa kekasih lebih
hebat dibanding saat bersama, itu pertanda kita mengidealisasikannya, bukan
melihatnya secara realistis. Lantas saat kembali bersama, kita memandang kekasih
dengan lebih kritis dan hilanglah segala bayangan hebat itu. Sebaliknya
berhati-hatilah bila kita merasa kekasih hebat saat kita berdekatan dengannya
dan tidak lagi merasakan hal yang sama saat dia jauh. Hal sedemikian menandakan
kita terkecoh oleh daya tarik fisik. Cinta terhitung sehat bila saat dekat dan
jauh dari pasangan, kita menyukainya dalam kadar sebanding.

Cinta tidak bertumpu pada daya tarik fisik.

Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bilakita menyukai kekasih hanya sebatas fisik dan
membencinya untuk banyak faktor lainnya. Saat jatuh cinta, kita menikmati dan
memberi makna penting bagi setiap kontak fisik. Kontak fisik, ketahuilah, hanya
terasa menyenangkan bila kita dan pasangan saling menyukai personalitas
masing-masing. Maka bukan cinta namanya, melainkan nafsu, bila kita menganggap
kontak fisik hanya memberi sensasi menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam
cinta, afeksi terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu
menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.

Cinta tidak buta, tapi menerima

Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencinta melihat dan menyadari
sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima dan mentolerir.
Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan itu haruslah
didasari perhatian dan maksud baik. Tidak boleh ada kritik kasar, penolakan,
kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski pasangan sangat buruk,
orang yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan
memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya
karena pasangan punya secuil keburukan yang sangat mungkin diperbaiki.

Cinta memperhatikan kelanjutan hubungan

Orang yang benar-benar mencinta memperhatikan perkembangan hubungan dengan
kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak hubungan. Sebisa
mungkin dia melakukan tindakan yang bisa memperkuat, mempertahankan, dan
memajukan hubungan. Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras
menyenangkan kekasih. Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar kekasih
menerimanya, sehingga tercapailah kepuasan yang diincar. Orang yang mencinta
menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.

Cinta berani melakukan hal menyakitkan

Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh mencinta
memiliki perhatian, keprihatinan, pengertian, dan keberanian untuk melakukan hal
yang tidak disukai kekasih demi kebaikan. Seperti seorang ibu yang berkata
"tidak" saat anaknya minta es krim, padahal sedang flu. Begitulah kita semua
seharusnya bersikap pada pasangan.



berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar